Menyumbung Tengah adalah sebuah kelurahan yang berada di Jalan Dara Juanti, Kota Sintang, Kalimantan Barat
Kantor Lurah Menyumbung Tengah
Jembatan Kapuas Menyumbung Tengah
Kamis, 14 Maret 2019
Rabu, 13 Maret 2019
Masjid Jami' Sultan Nata Sintang
Masjid Jamik Sultan Nata adalah sebuah masjid bersejarah di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, yang terletak di kompleks Istana Al Mukarrammah Sintang, tepatnya di Kampung Kapuas Kiri Hilir, Kabupaten Sintang. Pendirian masjid ini diprakarsai Pangeran Tunggal setelah naik tahta menggantikan Pangeran Agung (Sultan Sintang ke-17). Pada masa pemerintahannya, Islam berkembang sangat pesat. Pendirian tempat ibadah pun semakin mendesak. Masjid inilah yang menjadi cikal bakal Masjid Jami Sultan Nata Sintang.
Pembangunan masjid ini tidak terlepas dari penyebaran agama Islam yang terjadi di Kota Sintang. Sejak masa pemerintahan Pengeran Agung, agama Islam telah dianut oleh raja dan kerabat Kerajaan Sintang yang menggantikan agama sebelumnya, agama Hindu.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan kerajaan sintang lambat laun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam. Pada periode pemerintahan berikutnya, pada masa Pangeran Tunggal (anak Pangeran Agung), kebutuhan akan masjid terasa makin mendesak. Hal ini tak lepas dari meningkatnya jumlah penganut agama Islam di sekitar istana. Pangeran Tunggal lalu mendirikan sebuah masjid sederhana dengan kapasitas sekitar 50 orang. Masjid inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Jamik Sultan Nata Sintang. Dari konstruksi awal masjid yang dibangun oleh Pangeran Tunggal, Sultan Nata kemudian melakukan perbaikan dan perluasan masjid pada tahun 1672 M. Sultan Nata adalah raja yang menggunakan gelar "sultan" untuk pertama kalinya dalam sejarah Kerajaan Sintang pada masa sebelumnya (masa Hindu), gelar raja masih menggunakan sebutan Abang, Pangeran, atau Raden. Sesuai nama pendirinya, maka masjid ini kemudian diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dengan nama Masjid Jamik Sultan Nata Sintang pada tahun 1987.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan kerajaan sintang lambat laun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam. Pada periode pemerintahan berikutnya, pada masa Pangeran Tunggal (anak Pangeran Agung), kebutuhan akan masjid terasa makin mendesak. Hal ini tak lepas dari meningkatnya jumlah penganut agama Islam di sekitar istana. Pangeran Tunggal lalu mendirikan sebuah masjid sederhana dengan kapasitas sekitar 50 orang. Masjid inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Jamik Sultan Nata Sintang. Dari konstruksi awal masjid yang dibangun oleh Pangeran Tunggal, Sultan Nata kemudian melakukan perbaikan dan perluasan masjid pada tahun 1672 M. Sultan Nata adalah raja yang menggunakan gelar "sultan" untuk pertama kalinya dalam sejarah Kerajaan Sintang pada masa sebelumnya (masa Hindu), gelar raja masih menggunakan sebutan Abang, Pangeran, atau Raden. Sesuai nama pendirinya, maka masjid ini kemudian diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dengan nama Masjid Jamik Sultan Nata Sintang pada tahun 1987.
Istana Al Mukarramah Sintang
Istana Al Mukarramah
Kerajaan Sintang didirikan oleh Demong Irawan pada abad ke-13 (+ 1262 M). Pendirian kerajaan baru ini ditandai dengan penanaman Batu Kundur oleh Demong Irawan, yaitu batu berbentuk phallus yang hingga kini masih dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Batu Kundur tersebut saat ini berada tepat di depan KompleksIstana Al Mukarrammah Kesultanan Sintang. Bangunan istana atau pusat pemerintahan Kerajaan Sintang yang dibangun oleh Demong Irawan berada di wilayah pertemuan Sungai Melawi dan Sungai Kapuas.
Demong Irawan yang juga dikenal dengan julukan Jubair Irawan I merupakan keturunan kesembilan Aji Melayu, seorang penyebar agama Hindu dari tanah Jawa yang menyebarkan agama Hindu di kawasan Sintang dan sekitarnya. Hingga pemerintahan Abang Tembilang atau Pengeran Agung (sekitar abad ke-17), raja dan kerabat Kerajaan Sintang masih memeluk agama Hindu. Baru pada pemerintahan Pangeran Tunggal, agama Islam mulai dipeluk oleh raja dan kerabat istana. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Nata Muhammad Syamsuddin Sa‘adul Khairiwaddin, yaitu raja pertama yang menggunakan gelar sultan, perubahan-perubahan mendasar telah dilakukan dalam Kerajaan Sintang, antara lain menetapkan Kerajaan Sintang sebagai kerajaan Islam, pimpinan kerajaan bergelar sultan, menyusun undang-undang kerajaan, mendirikan masjid, serta membangun istana kerajaan.
Sejak masa Sultan Nata ini pembangunan kompleks istana mulai dibangun, meskipun masih dengan bentuk dan arsitektur sederhana, yaitu mengadopsi Rumah Panjang, rumah khas masyarakat Dayak. Baru pada masa pemerintahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana, dibangunlah gedung istana yang baru dengan nama Istana Al Mukarrammah. Istana ini dibangun pada tahun 1937 dengan arsitek seorang Belanda. Hingga saat ini, Istana Sintang masih digunakan sebagai kediaman sultan, yaitu Pangeran Ratu Sri Negara H.R.M Ikhsan Perdana yang dinobatkan pada 22 Juli 2006.
Bangunan Istana Al Mukarramah
Kompleks istana ini terbagi ke dalam tiga bangunan yang simetris, dengan bangunan utama berada di bagian tengah agak ke depan, sementara dua bangunan lainnya mengapit di kedua sisi bangunan utama. Fungsi ruang pada bangunan utama terdiri dari serambi depan, ruang tamu, ruang pribadi sultan, serta serambi belakang. Bangunan pengiring di sisi barat bangunan utama berfungsi sebagai ruang istirahat dan ruang keluarga sultan, sementara yang di sisi timur difungsikan sebagai ruang tidur tamu sultan. Secara keseluruhan Istana Al Mukarrammah Sintang memiliki luas bangunan sekitar 652 m2.
Langganan:
Postingan (Atom)